CONTOH RESENSI BUKU
Resensi Buku Koala Kumal
Judul : Koala Kumal
Penulis : Raditya Dika
Tanggal
Terbit : 17 Januari 2015
Penerbit :
GagasMedia
Tebal
Halaman : 250 hlm
Proses
berubah menuju kedewasaan adalah hal yang lumrah bagi penulis. Perubahan itu
bakal terasa kepada pembaca setia yang memang dari awal mengikuti karya sang
penulis. Reaksinya pasti bermacam-macam, ada yang makin nge-fans pada sang
penulis, tapi kebanyakan yang terjadi adalah kecewa berat dan malah mencaci
maki pada penulis. Biasanya ini terjadi kepada penulis yang karya perdananya
langsung meledak. Persis seperti yang terjadi di ranah musik. Mungkin anda
sudah tahu bahwa yang saya maksud adalah Arctic Monkeys. Perubahan drastis yang
dibuat mereka pada album AM malah membuat nama mereka semakin harum. Apakah
Raditya Dika termasuk dalam kategori sukses instan pada karya perdana? Jelas.
Kambing Jantan menggebrak dengan menawarkan sesuatu yang beda; komedi kasar
yang merupakan adaptasi langsung dari blognya Raditya Dika. Tapi, apakah Koala
Kumal-nya Raditya Dika bisa menjadi seperti AM-nya Arctic Monkeys?
Raditya
Dika, yang akrab disapa Dika, akhirnya merilis buku ketujuhnya yang berjudul
Koala Kumal. Ini merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh penggemarnya,
karena sudah tiga tahun dia absen menulis buku. Di tiga tahun terakhir, dia
disibukkan oleh proyek serial populer Malam Minggu Miko dan film dari adaptasi
novel-novelnya, dimana dia berperan sebagai penulis skenario, pemain, sekaligus
sutradara.
Kenapa
diberi judul Koala Kumal? Di bab terakhir, Dika menjelaskan tentang patah hati.
Tentang orang yang dulunya saling memberi rasa nyaman, namun saat bertemu lagi
perasaan itu sudah berubah total. Persis seperti seekor koala yang bermigrasi
dari hutan tempat tinggalnya, namun saat kembali koala itu kebingungan karena
hutan yang pernah jadi rumahnya habis dibabat manusia. Karena itulah, buku ini
diberi judul Koala Kumal. Mayoritas isinya bercerita tentang patah hati,
tentang rasa yang pernah ada, dan tentang kenyamanan yang punah ditelan cinta
yang baru.
Koala
Kumal sedikit lebih tipis dibandingkan buku sebelumnya, Manusia Setengah
Salmon. Selain kembali menggunakan judul binatang, kali ini pun Dika meneruskan
konsep ‘Komedi Pakai Hati’ miliknya. Kedewasaan dan kematangan pun semakin
terlihat disini. Struktur bahasa pun semakin rapi. Jelas saja, dengan usia yang
sudah menginjak 30 tahun, Raditya Dika berangsur-angsur menghilangkan kata-kata
kasar dan tidak baku seperti yang biasa ditemukan di buku-buku sebelumnya.
Sebenarnya tidak penting membicarakan struktur bahasa dalam sebuah buku komedi.
Namun, perbedaan itu semakin jelas. Sangat berbeda jauh dengan Kambing Jantan,
buku pertama Dika yang sangat slengean dan hancur-hancuran, dalam segi bahasa.
Namun,
apakah dengan patah hati sebagai tema utama dan kedewasaan membuat Koala Kumal
tidak lucu lagi? Justru disitulah, kepiawaian Dika bekerja. Lucu tidak harus
dengan komedi kasar. Komedi pakai hati pun bisa, begitulah prinsip Dika. Dan
memang terbukti benar. Anda tidak perlu khawatir dengan sense of comedy-nya
Raditya Dika bakal meluntur seiring dengan menuanya dia. Namun jangan harap
komedi Koala Kumal bakal serusak dan sekasar Kambing Jantan dan Babi Ngesot. Ini
serius.
Kesimpulannya,
Koala Kumal sangat layak untuk dibeli dan dibaca. Banyak pelajaran dapat kita
petik dari Koala Kumal, terutama bagi yang baru saja patah hati. Patah hati
adalah proses menuju kedewasaan. Sering patah hati tidak berarti kita harus
putus asa mengejar cinta. Cinta butuh perjuangan. Perjuangan itu adalah
mempertahankan kenyamanan. Sekian.
Referensi
:
http://bangkudepan.com/contoh-resensi-buku/
Komentar
Posting Komentar