Agama dan Masyarakat
Agama
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansakerta, agama yang
berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini
adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang
berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang
mengikat dirinya kepada Tuhan.
Emile Durkheim mengatakan bahwa agama
adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang
berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin
berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah,
mencapai rohani yang sempurna kesuciannya.
Kaitan
agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi
penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi
rasional tentang ati dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan
maut menimbulkan relegi dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman
agama para tasauf.
Bukti-bukti
itu sampai pada pendapat bahwaagama merupakan tempat mencari makna hidup yang
final dan ultimate. Agama yang diyakini, merupakan sumber motivasi tindakan
individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali pada konsep hubungan agama
dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada
tindakan sosial dan invidu dengan masyarakat yang seharusnya tidak bersifat
antagonis.
Ada
tiga aspek penting yang selalu dipelajari dalam mendiskusikan fungsi agama
dalam masyarakat, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga
aspek itu merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat
diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan sejauh mana fungsi
lembaga agama memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan
adalah suatu sistem, atau sejauh mana agama dapat mempertahankan keseimbangan
pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan tersebut timbul karena sejak dulu
hingga sekarang, agama masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan
sejumlah fungsi.
Manusia
yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi yang terpola
mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi
di mana peranan dipaksa oleh sanksi positif dan negatif serta penolakan
penampilan, tapi yang bertindak, berpikir dan merasa adalah individu itu
sendiri.
Teori
fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama terbentuknya lapisan
sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga
sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat dipenuhi oleh nilai-nilai
duniawi, tapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi
transdental.
Aksioma
teori di atas adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi akan hilang dengan
sendirinya. Teori tersebut juga memandang kebutuhan “sesuatu yang
mentransendensikan pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik eksistensi
manusia. Hali itu meliputi, Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian
juga hal penting bagi keamanan dan kesejahteraannnya berada di luar jangkauan
manusia itu sendiri. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan
mempengaruhi kondisi hidupnya adalah terbatas, dan pada titik tertentu akan
timbul konflik antara kondisi lingkungan dan keinginan yang ditandai oleh
ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat di mana ada alokasi
yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi,
seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk
mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan; dan agama
dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur
tersebut.
- Fungsi agama terhadap pemeliharaan masyarakat ialah memenuhi sebagian kebutuhan masyarakat. Contohnya adalaha sistem kredit dalam masalah ekonomi, di mana sirkulasi sumber kebudayaan suatu sistem ekonomi bergantung pada kepercayaan yang terjalin antar manusia, bahwa mereka akan memenuhi kewajiban bersama dengan jenji sosial mereka untuk membayar. Dalam hal ini, agama membantu mendorong terciptanya persetujuan dan kewajiban sosial dan memberikan kekuatan memaksa, memperkuat, atau mempengaruhi adat-istiadat.
- Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka norma pun dikukuhkan dengan sanksi sakral. Sanski sakral itu mempunyai kekuatan memaksa istimewa karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi, supramanusiawi, dan ukhrowi.
- Fungsi agama di sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang mempersatukan mereka.
- Fungsi agama sebagai sosialisasi individu adalah, saat individu tumbuh dewasa, maka dia akan membutuhkan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat. Agama juga berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua tidak akan mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadah secara teratur dan kontinu.
Masalah
fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama. Menurut
Roland Robertson (1984), dimensi komitmen agama diklasifikasikan menjadi :
a.Dimensi
keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan
menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran
ajaran-ajaran tertentu.
b.Praktek
agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk
melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang berkaitan
dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatan
mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif
spontan.
c.Dimensi
pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan
tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai
pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu
berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang
singkat.
d.Dimensi
pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap religius
akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara
keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e.Dimensi
konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan
pembentukan citra pribadinya.
Pelembagaan
Agama
Agama
sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak
memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus diketahui
dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan
bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.
Dimensi
ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan
pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi-dimensi ini dapat
diterima sebagai dalil atau dasar analitis, tapi hubungan antara empat dimensi
itu tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
Menurut
Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat mencerminkan
tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara utuh.
a.Masyarakat
yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat
tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut
agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam
kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang
lain. Sifat-sifatnya:
Agama
memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak.
Nilai
agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam
masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan
masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
b.Mayarakat-masyarakat
Praindustri yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya
tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan ikatan
kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat, pada saat yang sama, lingkungan yang
sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase kehidupan sosial diisi
dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak memberikan dukungan
sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan
terhadap adat-istiadat.
Para
sosiolog cenderung untuk memperhatikan paling sedikit 4 kelompok
lembaga-lembaga yang penting (yang dapat dijabarkan ke dalam kategori-kategori
yang lebih kecil dan khusus), yakni:
1.
Lembaga-lembaga politik yang ruang lingkupnya adalah penerapan kekuasaan dan monopoli
padapenggunaankekuasaansecara sah.
2.
Lembaga-lembaga ekonomi yang mencakup produksi dan distribusi barang dan jasa.
3.
Lembaga-lembaga integrative-ekspresif, yang menurut Inkeles adalah (Alex
inkeles 1965: 68).
“…
Those dealing with the arts, drama, and recreation..This group also includes
institutions which deal with ideas, and with the transmission of received
values. We may, therefore, include scientific, religius, philosophical, and
educational organizations within this category”.
4.
Lembaga-lembaga kekerabatan mencakup kaedah-kaedah yang mengatur hubungan
seksual serta pengarahan terhadap golongan muda.
Walaupun tampaknya, suatu
lembaga memusatkan perhatian terhadap suatu aspek kemasyarakatan tertentu,
namun di dalam kenyataan lembaga-lembaga tersebut saling berkaitan secara
fungsional
Agama, Konflik, dan Masyarakat
Sepanjang
sejarah agama dapat memberi sumbangsih positif bagi masyarakat dengan memupuk
persaudaraan
dan semangat kerjasama antar anggota masyarakat. Namun sisi yang lain, agama
juga dapat sebagai pemicu konflik antar masyarakat beragama.
Ini
adalah sisi negatif dari agama dalam mempengaruhi masyarakat Dan hal ini telah
terjadi di beberapa tempat di Indonesia.
Pada
bagian ini akan diuraikan sebab terjadinya konflik antar masyarakat beragama
khususnya yang terjadi di Indonesia dalam perspektif sosiologi agama.
Perbedaan
yang memicu konflik pada Agama adalah :
A. Perbedaan Doktrin dan Sikap Mentalemua
pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing
menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab dari
benturan itu
B. Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk
Agamaidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang
permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama
menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam
masyarakat.
C. Perbedaan Tingkat KebudayaanAgama
sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan
budaya berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan
dua kategori budaya dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya
modern.
D. Mayoritas da Minoritas Golongan
Agama Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat
agama pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas
golongan agama.
Referensi:
- Haryawantiyoko.Katuuk, Neltje F.MKDU Ilmu Sosial Dasar.1996.Jakarta:Penerbit Gunadarma
- http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36
- elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/.../bab9-agama_dan_masyarakat
- http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
Komentar
Posting Komentar