Ragam dan Variasi Bahasa
A. Pengertian Variasi Bahasa
Variasi bahasa disebabkan oleh
adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok
yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen.
Dalam hal variasi bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi itu dilihat
sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi
bahasa itu. Jadi, variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya
keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi bahasa itu sudah
ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat
yang beraneka ragam.
Dalam pandangan sosiolinguistik,
bahasa tidak saja dipandang sebagai gejala individual, tetapi merupakan gejala
sosial. Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakaiannya tidak hanya ditentukan
oleh faktor-faktor linguistik, tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik.
Faktor-faktor nonlinguistik yang mempengaruhi pemakaian bahasa seperti di bawah
ini.
1. Faktor-faktor sosial: status sosial,
tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor situasional: siapa
berbicara dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah
apa.
Menurut Chaer (2004:62) variasi
bahasa adalah keragaman bahasa yang disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi
sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan
dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen.
Menurut Allan Bell (dalam Coupland
dan Adam ,1997:240) variasi bahasa adalah salah satu aspek yang paling menarik
dalam sosiolinguistik. Prinsip dasar dari variasi bahasa ini adalah penutur
tidak selalu berbicara dalam cara yang sama untuk semua peristiwa atau
kejadian. Ini berarti penutur memiliki alternatif atau piilihan berbicara
dengan cara yang berbeda dalam situasi yang berbeda. Cara berbicara yang
berbeda ini dapat menimbulkan maksa sosial yang berbeda pula.
Jadi, berdasarkan pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa variasi bahasa adalah sejenis ragam bahasa yang
pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan
kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan. Hal ini
dikarenakan, variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman
sosial dan keragaman fungsi bahasa.
B. Macam-Macam Variasi
Bahasa
Sebagai sebuah langue sebuah
bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur
bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa merupakan kumpulan manusia yang tidak
homogen, bahasa tersebut menjadi bervariasi. Terjadinya keberagaman bahasa ini
bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga
karena interaksi sosial yang beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau
menyebabkan terjadinya keragaman bahasa iu. Keragaman ini akan semakin bertambah
kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, dan dalam
wilayah yang sangat luas. Misalnya bahasa Inggris yang digunakan hampir di
seluruh dunia tentu ragamnya juga bervariasi.
Menurut Martin Joos (dalam Machali,
2009:52) gaya bahasa adalah ragam bahasa yang disebabkan adanya perbedaan
situasi berbahasa atau perbedaan dalam hubungan antara pembicara (penulis) dan
pendengar (pembaca). Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joss (melalui
Abdul Chaer, 2004:70) membedakan variasi bahasa dalam lima bentuk, yaitu ragam
beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultatif),
ragam santai (casual), dan ragam akrab (intimate).
Secara lebih detail variasi ragam
bahasa tersebut dibahas di bawah ini.
a.
Ragam Beku (Frozen)
Ragam ini merupakan variasi bahasa
yang paling formal dan digunakan dalam situasi-situasi khidmat dan
upacara-upacara resmi seperti upacara kenegaraan, khutbah di masjid, tata cara
pengambilan sumpah, kitab, undang-undang, akta notaris, dan surat keputusan. Variasi
ini disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap
dan tidak boleh diubah. Dalam bentuk tertulis ragam ini dapat kita temui pada
dokumen-dokumen sejarah, undang-undang dasar, akta notaris, naskah perjanjian
jual beli dan surat sewa menyewa.
Ragam beku (frozen) ialah
ragam bahasa yang paling formal dan digunakan dalam situasi-situasi dan
upacara-upacara khidmat atau resmi, misalnya dalam upacara kenegaraan, tata
cara pengambilan sumpah, dan sebagainya. Contoh dalam bentuk tertulisnya
seperti akta notaris, surat-surat keputusan, dokumen-dokumen bersejarah atau
berharga seperti undang-undang dasar, ijazah, naskah-naskah perjanjian jual
beli, dan sebagainya. Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah
ditetapkan secara mantap, dan tidak boleh diubah. Bahkan, tekanan pelafalannya
pun tidak boleh berubah sama sekali. Bahasa yang digunakan dalam ragam ini
berciri super formal. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh begitu saja
mengubah, karena memang sudah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku. Selain
itu, bahasa beku sudah lazim digunakan dan sudah terpatri lama sehingga sulit
sekali diubah. Bentuk ragam beku ini memiliki ciri kalimatnya panjang-panjang,
tidak mudah dipotong atau dipenggal, dan sulit sekali dikenai ketentuan tata
tulis dan ejaan standar. Bentuk ragam beku yang seperti ini menuntut penutur
dan pendengar untuk serius dan memperhatikan apa yang ditulis atau dibicarakan.
b.
Ragam Resmi (Formal)
Variasi ini biasanya digunakan dalam
pidato-pidato kenegaraan, rapat-rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah
keagamaan, buku-buku pelajaran, makalah, karya ilmiah, dan sebagainya. Pola dan
kaidah bahasa resmi sudah ditetapkan secara standar dan mantap. Contoh variasi
resmi dalam pembicaraan misalnya dalam acara peminangan, kuliah, pembicaraan
seseorang dengan dekan di kantornya. Pembicaraan ketika seorang mahasiswa
menghadap dosen atau pejabat struktural tertentu di kampus juga merupakan
contoh ragam ini. Karakteristik kalimat dalam ragam ini yaitu lebih lengkap dan
kompleks, menggunakan pola tata bahasa yang tepat dan juga kosa kata standar
atau baku.
c.
Ragam Usaha (Konsultatif)
Variasi ini lazim digunakan dalam
pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat, atau pembicaraan yang berorientasi
pada hasil atau produksi. Jadi, dapat dikatakan bahwa ragam ini merupakan ragam
yang paling operasional. Ragam ini tingkatannya berada antara ragam formal dan
ragam santai.
d.
Ragam Santai (Kasual)
Ragam ini merupakan variasi yang
biasa digunakan dalam situasi yang tidak resmi seperti berbincang-bincang
dengan keluarga ketika berlibur, berolah raga, berekreasi, dan sebagainya. Pada
ragam ini banyak digunakan bentuk alegro atau ujaran yang dipendekkan. Unsur
kata-kata pembentuknya baik secara morfologis maupun sintaksis banyak diwarnai
bahasa daerah.
e.
Ragam Akrab (Intim)
Variasi bahasa ini digunakan oleh
penutur dan petutur yang memiliki hubungan sangat akrab dan dekat seperti
dengan anggota keluarga atau sahabat karib. Ragam ini ditandai dengan
penggunaann bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan artikulasi tidak
jelas. Pembicaraan ini terjadi antarpartisipan yang sudah saling mengerti dan
memiliki pengetahuan yang sama.
Bahasa Ilmiah
Bahasa
ilmiah merupakan bahasa yang digunakan dalam ragam bahasa resmi. Bahasa ilmiah
digunakan dalam penulisan wacana ilmiah. Menurut Hasan Alwi, dkk. (1993 : 142),
ciri-ciri atau karakteristik bahasa ilmiah yang digunakan dalam wacana ilmiah
adalah :
1.
Menggunakan kata atau istilah yang non figurative
2.
Manggunakan kalimat-kalimat efektif
3.
Menghindari bentuk persona atau pengakuan dengan tujuan untuk menjaga
objektivitas
4.
Mengutamakan keterpaduan dan keruntutan isi.
Suatu
wacana ilmiah dikatakan baik apabila memiliki tiga kriteria seperti tersebut di
bawah ini yakni :
1.
Adanya kohesi atau kesatuan kohesi sebuah wacana dapat dicapai apabila semua
kalimat yang membangun paragraf dalam wacana itu secara bersama-sama menyatakan
sebuah maksud tunggal atau tema tunggal. Dengan kata lain, sebuah wacana
dikatakan memiliki kesatuan jika semua kalimat yang membangun paragraph dalam
wacana tersebut mendukung sebuah pikiran utama. Dengan demikian, setiap
paragraf hanya mengandung sebuah pikiran utama atau satu pokok pikiran. Pikiran
utama atau pokok pikiran yang didukung sebuah paragraf biasanya ditempatkan
dalam sebuah kalimat topik atau kalimat pokok.
2.
Adanya koherensi atau kepaduan koherensi wacana dapat dilihat dari kepaduan
hubungan antara kalimat-kalimat yang membentuk suatu paragraf. Hubungan antara
ide-ide yang terdapat dalam paragraph baik ide pokok dan ide-ide penjelas
hendaknya mudah ditangkap oleh pembaca. Hal ini dapat dicapai dengan cara
mengungkapkan gagasan secara teratur dan tidak menyimpang dari gagasan utama.
Kepaduan sebuah paragraf dalam sebuah wacana dapat dilakukan dengan cara
mengulang bagian kalimat yang dianggap penting.
3.
Kelengkapan sebuah wacana dikatakan lengkap apabila terdiri paragraph pembuka,
paragraph penghubung dan paragraph penutup
RAGAM BAHASA BERDASARKAN MEDIA/SARANA
1. Ragam bahasa Lisan
Ragam
bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech)
dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata
bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat
memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau
isyarat untuk mengungkapkan ide.
2. Ragam bahasa tulis
Ragam
bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan
huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata
cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain
dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa
seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran
penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Contoh
Ragam
bahasa lisan Ragam bahasa tulis
1.
Putri bilang kita harus pulang 1. Putri mengatakan
bahwa kita harus pulang
2.
Ayah lagi baca koran 2. Ayah sedang membaca koran
3.
Saya tinggal di Bogor 3. Saya bertempat
tinggal di Bogor
RAGAM BAHASA BERDASARKAN PENUTUR
1. Ragam bahasa berdasarkan daerah
disebut ragam daerah (logat/dialek). Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan
pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang
tinggal diJakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan
di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memilikiciri
khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa
Tengah tampak padapelafalan/b/pada posisiawal saat melafalkan
nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll.
Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan /t/
seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.
2. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan
penutur. Bahasa Indonesia yang
digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak
berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing,
misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang
tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin,
pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata
bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa,
nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun
sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
3. Ragam bahasa berdasarkan sikap
penutur. Ragam
bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan)
atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi,
akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau
penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa
seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat
jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan
ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan
bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang
digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula
tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku merupakan
ragam bahasa yang dipakai dalam situasi resmi/formal, baik lisan maupun
tulisan.
Bahasa baku dipakai
dalam :
a.
pembicaraan
di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan
kuliah/pelajaran;
b.
pembicaraan
dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan
pejabat;
c.
komunikasi
resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan,
undang-undang;
d.
wacana
teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.
Segi
kebahasaan yang telah diupayakan pembakuannya meliputi:
1.
tata
bahasa yang mencakup bentuk dan susunan kata atau kalimat, pedomannya adalah
buku Tata Bahasa Baku Indonesia;
2.
kosa
kata berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI);
3.
istilah
kata berpedoman pada Pedoman Pembentukan Istilah;
4.
ejaan
berpedoman pada Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD);
5.
lafal baku kriterianya
adalah tidak menampakan kedaerahan.
RAGAM BAHASA MENURUT POKOK PERSOALAN ATAU
BIDANG PEMAKAIAN
Dalam
kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam
membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam
bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda
dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers.
Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang
digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau
teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang
pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan
itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/ungkapan
yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja,
vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama; koroner,
hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran; improvisasi,
maestro, kontemporerbanyak digunakan dalam lingkungan seni; pengacara,
duplik, terdakwa, digunakan dalam lingkungan hukum;pemanasan, peregangan,
wasit digunakan dalam lingkungan olah raga. Kalimat yang digunakan pun
berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam
undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat
dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran/majalah, dll.
Referensi :
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik:
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Coupland, Nikolas and Adam Jaworski. 1997. Sosiolinguistics:
A Reader and Coursebook. England: Macmillan Press LTD.
Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sosiolinguistics.
England: Longman Group UK.
Machali, Rochayah. 2009. Pedoman bagi Penerjemah.
Bandung: KAIFA.
http://intl.feedfury.com/content/15241462-ragam-bahasa.html
Pada Jumat, 2 Oktober 2015 pukul 12.00 WIB
http://www.kompasiana.com/jokowinarto/ciri-ciri-bahasa-ilmiah_55018e97813311eb18fa8509 Pada Jumat, 2 Oktober 2015 pukul 11.50 WIB
Komentar
Posting Komentar